كتاب الفتن
KITAB FITNAH
Afflictions and the End of the World
باب لاَ يَأْتِي زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ
Bab Tidak Akan Datang Satu Zaman Melainkan Zaman Yang Selepasnya Adalah Lebih Buruk Daripadanya
Chapter: No time will come but the time following it will be worse than it
Sahih Bukhari No. 7068 (Fu'ad Abdul Baqi)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِيٍّ قَالَ
أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنْ الْحَجَّاجِ
فَقَالَ
اصْبِرُوا فَإِنَّهُ لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yusuf] telah menceritakan kepada kami [Sufyan]
daripada [Zubair bin 'Adi] mengatakan,
pernah kami mendatangi [Anas bin Malik], kemudian kami mengutarakan kepadanya keluh kesah kami berhubung dengan apa yang dialami berhubung dengan Hajjaj.
Maka dia menjawab;
'Bersabarlah, sebab tidaklah kalian menjalalni suatu zaman, melainkan sesudahnya lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai rabb kalian. Aku mendengar hadis ini dari Nabi kalian Shallallahu'alaihiwasallam.'
Narrated Az-Zubair bin `Adi:
We went to Anas bin Malik and complained about the wrong we were suffering at the hand of Al- Hajjaj.
Anas bin Malik said,
"Be patient till you meet your Lord, for no time will come upon you but the time following it will be worse than it. I heard that from the Prophet."
In-book reference : Book 92, Hadith 19
USC-MSA web (English) reference : Vol. 9, Book 88, Hadith 188
(deprecated numbering scheme)
Hadis Penguat :
Sunan Darimi 190 / (194 - Daarul Mughni Riyadh)
*****************************************
***********************************
Perhatikan hadits berikut,
عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِىٍّ قَالَ أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنَ الْحَجَّاجِ فَقَالَ « اصْبِرُوا ، فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِى بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ ، حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ » . سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ – صلى الله عليه وسلم –
Dari Az Zubair bin ‘Adiy, ia berkata, “Kami pernah mendatangi Anas bin Malik. Kami mengadukan tentang (kekejaman) Al Hajjaj pada beliau. Anas pun mengatakan, “Sabarlah, karena tidaklah datang suatu zaman melainkan keadaan setelahnya lebih jelek dari sebelumnya sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku mendengar wasiat ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(HR. Bukhari no. 7068).
Hadits di atas menunjukkan tidak bolehnya keluar dari ketaatan pada pemimpin, siapa pun dia selama ia memerintahkan selain dalam perkara maksiat.
Hadits di atas juga menunjukkan bahwa menolak masfadat (kerusakan) yang lebih besar dengan mengambil mafsadat yang lebih ringan. Seandainya Anas bin Malik mewasiatkan untuk memberontak tentu akan timbul kerusakan yang besar ketika itu. Namun beliau perintahkan untuk bersabar sebagaimana wasiat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Intinya, kita sebagai rakyat tetap taat pada Presiden yang terpilih, siapa pun itu, meski tidak kita sukai. Dalam hadits disebutkan,
عَلىَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam perkara yang ia senangi dan ia benci kecuali apabila diperintah kemaksiatan. Apabila diperintah kemaksiatan maka tidak perlu mendengar dan taat.”
(HR. Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839)
Selama Presiden tersebut seorang muslim dan mengerjakan shalat, wajib ditaati. Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian pun mendo’akan mereka. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Kemudian ada yang berkata, ”Wahai Rasulullah, tidakkah kita menentang mereka dengan pedang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah amalannya dan janganlah melepas ketaatan kepadanya.”
(HR. Muslim no. 1855)
Jangan sampai kita disebut mati jahiliyyah. Orang jahiliyyah itu tidaklah memiliki pemimpin. Mereka ingin hidup bebas tanpa ada yang memerintah mereka. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang tidak suka sesuatu pada pemimpinnya, bersabarlah. Barangsiapa yang keluar dari ketaatan pada pemimpin barang sejengkal, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”
(HR. Bukhari no. 7053 dan Muslim no. 1849). Yang dimaksud tidak suka sesuatu
pada pemimpin adalah selain kekufuran yang nyata. Sedangkan keluar dari ketaatan barang sejengkal yang dimaksud adalah tidak taat pada pemimpin walau hanya sedikit.
Pemimpin adalah Cerminan dari Rakyatnya
Ingatlah bahwa pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya, ini sudah sunnatullah.
Jika rakyat itu shalih, cerdas, dan baik, maka pemimpinnya seperti itu pula.
Jika rakyat itu fasik, sukanya maksiat, maka pemimpinnya adalah cerminan dari rakyatnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Demikianlah kami jadikan sebagaian orang zhalim sebagai pemimpin bagi orang zhalim yang lain, disebabkan perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan.” (QS. Al An’am: 129).
Para ulama berkata,
كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ
“Bagaimanapun keadaan kalian (rakyat), maka begitulah keadaan pemimpin kalian.” (catatan: Ungkapan ini dijadikan sebagai judul sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani al-Jazairi)
Alkisah ada seorang khawarij yang datang menemui Ali bin Abi Thalib seraya berkata, “Wahai khalifah Ali, mengapa pemerintahanmu banyak di kritik oleh orang tidak sebagaimana pemerintahannya Abu Bakar dan Umar?!” Sahabat Ali Menjawab, “Karena pada zaman Abu Bakar dan Umar yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang semisalku, sedangkan rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu!!”
(Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin).
Semoga kita bisa semakin bercermin dan introspeksi diri. Apakah kita sudah baik ataukah belum?
Jangan Lupa Doakan yang Terbaik untuk Presidenmu
Dari ‘Abdush Shomad bin Yazid Al Baghdadiy, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
لو أن لي دعوة مستجابة ما صيرتها الا في الامام
“Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”
Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashfahaniy, 8: 77, Darul Ihya’ At Turots Al ‘Iroqiy)
Semoga Allah berikan pada kita pemimpin yang amanah, yang terus bisa memperjuangkan Islam. Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Disusun di pagi hari di Darush Sholihin, di pagi hari penuh berkah 24 Ramadhan 1435 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
**********************************
Beberapa faedah dari hadits:
Bolehnya orang yang berilmu mengadu pada pemimpin atau hakim.
Kepemimpinan Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi terkenal bengis.
Orang yang berilmu memiliki pandangan yang lebih jauh dan mendalam dibanding orang awam.
Dianjurkan untuk bersabar ketika menghadapi fitnah.
Perintah untuk segera beramal sholih karena zaman berikutnya dikabarkan lebih parah dari sebelumnya.
Di akhir zaman banyak kerusakan yang timbul.
Tidak boleh keluar dari ketaatan pada penguasa.
Menolak masfadat (kerusakan) yang lebih besar dengan mengambil mafsadat yang lebih ringan.
Seandainya Anas bin Malik mewasiatkan untuk memberontak tentu akan timbul kerusakan yang besar ketika itu. Namun beliau perintahkan untuk bersabar sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.